Get cash from your website. Sign up as affiliate.

Sabtu, 21 Mei 2011

Aneh Tapi Nyata, Ada Ayam Jantan Bertelur

Aneh Tapi Nyata Ada Ayam Jantan Bertelur

Ada satu kejadian aneh tapi nyata di Kabupaten Kerinci, Jambi. Seekor ayam jantan milik warga setempat hingga kini tidak berhenti bertelur. Arpendi, 28, pemilik ayam, mengatakan, ayam jantan yang dipeliharanya saat ini terus bertelur setiap hari.

"Saya juga merasa aneh, kok ayam jantan saya yang satu itu justru bertelur seperti ayam betina, bahkan anehnya lagi belakangan ini ayam jago itu tidak pernah berhenti bertelur setiap hari," kata Arpendi, warga Desa Belui Tinggi, Kecamatan Depati VII Kabupaten Kerinci, Sabtu (14/5).

Ia mengatakan, telur-telur yang dikeluarkan ayam jantan tersebut sedikit berbeda dari telur ayam lainnya, yakni berukuran lebih kecil dibanding telur ayam kampung pada umumnya. Saat ini telurnya sudah berjumlah tujuh butir. Karena keanehan itu, Arpendi mengaku saat ini terus memantau perilaku ayam jagonya. Tapi sejauh ini, tidak ada gelagat aneh dari ayam tersebut.

Ayam itu seperti ayam jantan pada umumnya, tetap mengawini ayam betina, padahal pemilik mengaku tidak pernah memberikan pakan khusus ke ayam jantan tersebut. "Makannya sama seperti ayam-ayam yang lain," ujarnya. Selain memiliki ayam jantan yang bertelur tersebut, Arpendi juga memiliki seekor ayam betina yang memiliki telur aneh, yakni telurnya seperti terpahatkan motif bilah-bilah sinar matahari di cangkangnya.

"Saya juga punya ayam betina yang memiliki telur aneh, lima butir telurnya seperti terpahatkan motif berbeda di cangkangnya, seperti motif pancaran sinar matahari," ujarnya.

Anehnya lagi semua telur ayam betina itu keluar dalam bentuk berbeda yaitu seperti memakai balon kondom yang dalam istilah setempat disebut "telur berbaju".

"Telur-telur bermotif pahatan di cangkangnya itu keluar seperti pakai baju. Di luar cangkangnya didapati ada selapis membran kulit telur seperti balon yang bisa dilepaskan saat ular berganti kulit," ujarnya. Saat dipecah, dua butir telur bermotif pahatan tersebut di dalamnya terdapat dua buah kuning telur, berbeda dengan telur ayam lainnya.

Arpendi mengakyu mendapati telur dan ayam aneh itu sewaktu hendak memberikan makan ayamnya beberapa hari lalu. Saat itu ia iseng bergumam seakan berharap ayam-ayamnya mengeluarkan telur emas, dengan seloroh agar bisa mengangkat derajatnya yang sudah sekian lama jadi peternak.

Mereka Ingin Belajar Aksara Incoung


Aksara Incoung

Para pelaku seni budaya Jambi mengaku sangat berhasrat belajar penulisan dan pembacaan aksara Incoung yang merupakan khazanah budaya Jambi warisan peradaban Proto-Melayu di Kabupaten Kerinci.

"Karena sudah diakui sebagai salah satu khazanah budaya dan segera diusulkan untuk dipatenkan oleh Kemenbudpar, para seniman Jambi tentu saja ingin sekali diajarkan cara membaca dan menulis aksara yang menjadi bukti telah tingginya peradaban Jambi di masa silam, khususnya di Suku Kerinci," ungkap Kepala Taman Budaya Jambi Jafar Rasuh, di Jambi, Kamis (19/5/2011).

Dia mengatakan, Dewan Kesenian Jambi (DKJ) dalam program kerjanya untuk periode 2011-2015 telah merekomendasikan agar aksara Incoung Kerinci dapat dipopulerkan pada masa mendatang dengan sebutan "Incoung Jambi" sebagai salah satu strategi guna lebih memasyarakatkan dan menjadikan Incoung sebagai khazanah budaya Jambi secara menyeluruh, tidak lagi sebatas Kerinci.

Oleh karena itulah, Taman Budaya Jambi menyambut baik program yang diwacanakan dan direncanakan, termasuk workshop atau pelatihan transfer ilmu tentang teknik membaca dan menulis aksara tersebut, bahkan juga belajar tentang filosofi, sejarah, dan penyebarannya di Sumatera hingga di Nusantara.

"Saat ini di masyarakat Kerinci sendiri, aksara Incoung sama sekali tidak populer, bahkan nyaris punah. Ini karena hingga kini tokoh masyarakat yang masih bisa membaca aksara itu kian langka, bahkan nyaris tidak ada. Oleh karena itu, perlu upaya revitalisasi sporadis sesegera mungkin dengan strategi menggalakkan pelatihan terhadap generasi muda," ungkapnya.

Keperluan tahap transfer pengetahuan dan kemampuan secara massal sporadis tersebut perlu terlebih dahulu dipersiapkan oleh para calon instruktur dan para seniman pelaku budaya itu, yaitu mereka yang memiliki ketertarikan atau minat besar untuk belajar aksara tersebut.

Tenaga merekalah yang nantinya akan dipergunakan untuk mengajarkan aksara tersebut ke generasi muda di sekolah-sekolah, sanggar-sanggar, dan balai-balai pemuda di desa-desa.

Menurut Jafar, para tokoh Kerinci yang masih bisa baca tulis aksara Incoung itu hanya tersisa empat hingga enam orang. Mereka inilah yang diharapkan terlebih dahulu menularkan ilmunya kepada para calon instruktur atau pengajar aksara itu kepada masyarakat luas.

"Para seniman memiliki minat besar. Selain itu, mereka juga relatif memiliki kepedulian budaya yang lebih baik dibanding orang-orang dengan profesi lainnya. Mereka juga relatif lebih memiliki banyak waktu luang untuk selanjutnya berhubungan dengan masyarakat luas dibandingkan orang-orang dengan profesi lain, seperti PNS atau karyawan swasta," kata Jafar.

Di sisi lain, kemampuan menguasai dan mempergunakan aksara itu di kalangan seniman lebih dari sekadar kemampuan fisikal. Mereka akan menyerap segala unsur estetika dan kultural yang terkandung di dalamnya sehingga berikutnya mengendap dan menjadi sumber inspirasi mereka dalam berkarya.

"Semisal bagi perupa, tentu akan menerjemahkan aplikasi aksara tersebut dalam bentuk lukisan, patung, atau instalasi. Bagi sastrawan, mereka tentu akan menerjemahkan filosofi aksara itu ke dalam puisi atau prosa. Begitu pula bagi penari, mereka tentu akan tergerak hatinya menciptakan gerak dari menerjemahkan bentuk aksara tersebut. Begitu juga dalam genre lain, musik, teater, film, dan fotografi, mereka tentu punya visi dan cara tersendiri mengekspresikan pemahamannya itu," tutur Jafar.

Dia mengatakan, DKJ bahkan menargetkan bahwa pada 2015 nanti setidaknya akan ada 10 persen generasi muda Kerinci yang bisa baca tulis aksara Incoung.

Menurut Jafar, tidak memasyarakatnya aksara Incoung selama ini lebih dikarenakan tidak adanya upaya sadar dari para tokoh untuk mewariskan kemampuannya tersebut kepada generasi muda.

Selain itu, generasi muda Kerinci juga cenderung tidak berminat belajar kebudayaan karena pola pikir modernisasi tentang hidup yang praktis dan konsumtif mulai menjangkiti kebudayaan masyarakat sehingga mereka jadi tidak acuh dan tidak peduli.

"Selain itu, kultur masyarakat Kerinci yang tertutup membuat para tokoh jadi lebih memilih untuk merahasiakan ilmunya. Mereka mungkin beranggapan jika banyak yang bisa membaca aksara itu, maka lahan pekerjaan dan kesan mereka sebagai tokoh yang disegani akan luntur atau berkurang di mata masyarakatnya," kata Jafar.

Pemahaman tersebut tentu saja sangat berdampak negatif dan tidak sehat bagi keberlangsungan proses kebudayaan di tengah masyarakat pemiliknya.

"Buktinya, masyarakat China dengan huruf kanjinya dan masyarakat Arab dengan aksara Arab dapat terus tumbuh berkembang hingga saat ini berkat proses transfer ilmu yang terus terjadi terhadap aksara itu, dari generasi ke generasi, sehingga dia muncul sebagai identitas. Segenap masyarakat pun merasa wajib memakainya. Itu mestinya ditiru dalam proses pengembangan keberadaan aksara Incoung," katanya.


kompas.com

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...